Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas berbincang dengan tiga sosok perempuan insipiratif yang berdampak dalam perannya masing-masing. Indria Pujiastuti adalah seorang pilot helikopter dari APP Sinar Mas Region Jambi. Ia berbagi kisahnya bekerja di profesi dengan mayoritas laki-laki.
Sebagai seorang pilot helikopter, profesi ini sangat krusial untuk bantu memantau kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Ceritakan bagaimana rutinitas Anda sehari-hari?
Sebagai pilot helikopter yang bertugas untuk water bombing, setiap harinya saya bertugas mempersiapkan operasional penerbangan, seperti menghitung jarak tempuh, jumlah bahan bakar, intinya untuk menentukan kelayakan terbang terlebih dahulu. Dikarenakan profesi ini penuh tantangan dan cukup berisiko, maka saya selalu menjaga kesehatan agar badan selalu dalam kondisi fit. Jadi tidak kalah penting untuk saya perlu menjaga kebugaran dan istirahat yang cukup, agar bisa tetap fokus dan menjalankan tugas dengan baik untuk memantau sejumlah area.
Mengapa Anda tertarik bekerja sebagai pilot – dimana profesi ini cukup berisiko dan penuh tantangan?
Sejak kecil saya memang bercita-cita menjadi pilot karena menurut saya profesi ini seru dan punya tantangan tersendiri. Saya juga merasa bisa berkontribusi secara langsung untuk berdampak positif bagi lingkungan sekitar, dalam hal ini khususnya untuk mencegah karhutla. Saya beruntung sekali di APP Sinar Mas ini bisa menyalurkan passion tersebut dan di sini saya diterima dengan baik, tanpa membedakan gender. Saya diberikan pelatihan, standarisasi, dan kesempatan bertugas yang sama dengan rekan-rekan pilot laki-laki lainnya.
Bagaimana perjalanannya sehingga memutuskan untuk berprofesi sebagai seorang pilot? Seperti apa tantangan yang ditemui?
Sebelum menjadi pilot, saya berkarir sebagai pramugari Polri hingga 2013. Karena saya tahu saya ingin jadi pilot maka di tahun 2014, saya memutuskan untuk mengambil sekolah pilot atau private pilot license (PPL). Hingga akhirnya pada 2016, saya bisa memulai karir sebagai Polwan sekaligus pilot helikopter pertama di Jambi, Indonesia. Akhirnya di tahun 2020, saya pensiun dini sebagai Polwan karena ingin fokus sebagai penerbang saja. Pastinya tantangan selalu ada, banyak yang ragu dan bahkan meremehkan apakah saya bisa lulus sertifikasi dan bisa menjalankan profesi ini. Tapi saya ingat lagi bahwa ini keinginan saya sedari dulu, sehingga rasa minder dan takut bisa terkalahkan. Saya membawanya dengan bersyukur saja, sudah diberikan kesempatan sedemikian rupa untuk saya bisa berkembang hingga saat ini.
Hal ini sangat inspiratif tentang bagaimana Anda tetap fokus dan pantang menyerah untuk meraih cita-cita, terlepas dari kesulitan yang ada. Tapi apakah ada pandangan tersendiri atau stigma apa yang biasanya Anda dapatkan, khususnya sebagai seorang pilot perempuan?
Memang profesi ini sering dihubungkan dengan pekerjaan laki-laki saja. Selain itu, imej nya lekat dengan pekerjaan sulit karena bekerjanya di hutan, masuk ke tempat terpencil, sehingga mungkin sedikit yang tertarik. Tapi setelah berkecimpung dalam bidang ini, saya merasa hal itu bukan masalah dan tidak sesulit seperti yang dibayangkan. Kami ikut pelatihan yang terstandarisasi, jadi fokusnya tetap sama yakni keselamatan itu adalah yang utama. Hal penting lainnya adalah dukungan keluarga yang sangat luar biasa. Saya juga seorang ibu dan bersyukur bahwa putra saya bisa bekerja sama dengan baik dan mendukung karir saya. Itu dukungan terbesar untuk saya tetap bersemangat.
Anda memiliki perjalanan yang luar biasa dan kesempatan untuk mewujudkan keinginan tersebut, terlepas dari stigma negatif yang ada. Apakah ada pesan yang dapat disampaikan untuk seluruh perempuan di luar sana yang belum berani bermimpi, serta kepada siapa pun yang masih stereotip dengan perempuan yang berkarir?
Saya selalu menerapkan ini ke diri saya, bahwa kita semua berhak untuk bermimpi dan mewujudkannya. Dengan selalu berusaha, tetap optimis dan percaya bahwa suatu saat mimpi itu akan tercapai, serta yang tak kalah penting adalah tetap berdoa. Setelah melakukan semuanya itu, kita pasti mampu kok untuk membuktikan bahwa perempuan bukan hanya harus bekerja di dapur, di belakang meja, tapi juga bisa bekerja dengan baik di mana saja. Selanjutnya, selalu akan ada kesempatan yang menunggu kita. Dalam kisah saya, saya bersyukur di tempat saya bekerja tidak ada diskriminasi gender dan semoga hal demikian juga terjadi di bidang mana pun.