Tidak mengherankan jika salah satu komoditas dengan pertumbuhan tercepat di dunia adalah kemasan. Sejak 2017, konsumsi kemasan berbasis kertas telah tumbuh hampir 20 persen di Amerika Serikat. Sektor ini diperkirakan akan mencapai lebih dari 108 miliar dolar AS, dengan perkiraan 81 juta metrik ton diperkirakan akan diproduksi pada akhir tahun 2021, setara dengan lebih dari 1,000 lapangan sepak bola.
Yang mendorong tingkat konsumsi masif ini adalah layanan seperti Amazon, Uber Eats, dan platform pengiriman lainnya, yang telah tumbuh hampir 10 persen selama setahun terakhir. Pada saat yang sama, kesadaran dan permintaan konsumen akan produk dan kemasan yang berkelanjutan telah meningkat. Menurut survei nasional Asia Pulp & Paper (APP), 72 persen konsumen Amerika lebih suka berbelanja dengan perusahaan yang telah menunjukkan komitmen berkelanjutan yang kuat, dan bersedia membayar 10 persen lebih banyak untuk produk-produk yang berkelanjutan.
Untuk memikat konsumen yang sudah lebih sadar dan bijak memilih produk-produk yang berkelanjutan, pelaku usaha ritel mulai beralih ke pendekatan yang paling terlihat dan logis untuk menunjukkan kepedulian mereka terhadap lingkungan, yaitu dengan menggunakan kemasan daur ulang. Namun, hal tersebut bukan lagi solusi sederhana. Bahan tradisional yang berwarna coklat dan berkualitas rendah tidak memenuhi kebutuhan dan preferensi konsumen yang saat ini juga ingin menciptakan pengalaman makan di restoran atau mendapat kesan mewah dari produk yang mereka beli.
Sebuah kemasan memiliki peranan penting dalam menunjang daya tarik dan kualitas sebuah produk. Sebagai contoh, kemasan makanan harus mampu menjaga kualitas dan panas makanan. Kemasan untuk produk kelas-atas pun tetap memerlukan daya tahan, dengan warna putih dan tekstur permukaan yang halus. Masalahnya, jumlah pasokan bahan daur ulang kelas-atas ini semakin menurun dan para pelaku usaha ritel serta restoran dituntut untuk memikirkan kembali dan mencari mencari opsi baru untuk memenuhi tren berkelanjutan di kalangan konsumen.
Tidak ada kertas, tidak ada kemasan
Berbagai negara seperti Indonesia, Vietnam, Thailand, Kamboja, Malaysia dan India juga telah menerapkan standar produk limbah serupa dengan program China National SWORD yang diumumkan pada tahun 2017. Kebijakan ini melarang impor limbah reklamasi seperti produk kertas campuran, plastik, dan bahan lain untuk digunakan dalam pengembangan kertas daur ulang. Izin impor kertas bekas hanya diberikan untuk bahan yang memiliki tingkat kemurnian serat di atas 99,5 persen. Larangan tersebut telah menyebabkan perubahan global yang besar terhadap proses bagaimana limbah disortir dan diproses ke tempat sampah daur ulang. Fenomena ini telah membuka jalan bagi inovasi dan teknologi baru yang diperlukan untuk menyortir, menghilangkan tinta, dan mengisolasi bahan bernilai tinggi yang diperlukan untuk memenuhi standar SWORD tersebut.
Memanfaatkan teknologi untuk melestarikan pepohonan
Menyortir kertas bekas yang masih dapat digunakan dapat membantu pengelola sampah untuk terus mengekspor bahan mereka ke pasar internasional di mana bahan pulp dengan kemurnian tinggi akan bernilai pasar yang jauh lebih tinggi. Salah satu kemajuan terbaru dalam penyortiran daur ulang adalah teknologi berbasis sensor. Teknologi berbasis sensor mengidentifikasi nilai kertas dengan kemurnian tinggi, seperti karton coklat, karton cetak, karton berlapis plastik, kertas celup, kertas koran, dan produk kertas cetak multi-warna. Ini membantu mengisolasi dan mengidentifikasi bahan bernilai tinggi yang diperlukan untuk memenuhi standar program China SWORD.
Namun, ini bukanlah tugas yang mudah. Teknologi ini membutuhkan investasi yang signifikan dari Material Recovery Facility (MRF). Selain itu, sangat sedikit kota di AS yang menggunakan tempat pemilahan sampah pinggir jalan untuk berbagai produk limbah. Selain itu, sebagian besar kota di AS menyediakan satu tempat sampah daur ulang, yang dikenal sebagai pengumpulan aliran tunggal (single-stream collection). Tanpa sensor atau pemilahan manual, banyak sampah yang dibuang, tanpa mengidentifikasi bahan kertas bekas dengan kemurnian tinggi yang dibutuhkan.
Masalah di hilir lah yang paling penting
Segala keterbatasan yang ada pada kertas daur ulang akhirnya menimbulkan perubahan di industri. Kini, merek ritel mengambil pandangan yang lebih holistik dalam memilih kemasan mereka, mulai dari sumber serat hingga pengembangan produk dan akhir masa pakai untuk solusi berkelanjutan yang ideal. Dengan inovasi pelapis dan pelindung terbaru untuk produk kertas, industri pengemasan daur-ulang dapat membantu mengatasi masalah di hilir, dan diperkirakan dapat mengalami pertumbuhan tahunan sekitar 7-8 persen. Penambahan serat alternatif juga membantu memacu pergeseran sumber yang berkelanjutan. Produk serat alternatif dalam hal ini termasuk bambu, jerami rami, kenaf, ampas tebu, kapas dan barley, yang mewakili sekitar 10 persen dari total pasar kemasan.
Banyak potensi di masa mendatang
Terlepas dari dampak ekonomi COVID-19, permintaan konsumen untuk produk tisu, kertas dan kertas karton terus tumbuh secara substansial di AS dan negara berkembang seperti Cina, India, Indonesia, Amerika Latin. Dengan peningkatan populasi, urbanisasi dan perkembangan kelas menengah baru, proses daur ulang kertas untuk produk kertas baru memiliki dampak positif terhadap lingkungan, penciptaan lapangan kerja dan pada akhirnya akan menurunkan biaya karena pulp daur ulang menjadi komoditas utama.
***
Oleh: Ian Lifshitz, VP Sustainability & Public Affairs APP Sinar Mas-Americas