*)foto diambil sebelum pandemi
Menjaga ekosistem agar tetap seimbang merupakan salah satu tantangan terbesar upaya konservasi secara global. Hidup yang harmonis berdampingan dengan makhluk hidup lainnya, juga perlu sepadan dengan pengetahuan mengenai setiap peran penting yang dipegang masing-masing. Sayangnya, belum semua orang memahami konsep tersebut dan terlebih mau berkontribusi langsung untuk memperbaikinya. Di Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas, hal tersebut justru dipegang sebagai salah satu komitmen dalam menjalankan bisnis berkelanjutan. Dolly Priatna adalah salah satu sosok di balik upaya konservasi yang terus dilakukan.
Q: Sebagai praktisi ahli di bidang konservasi dan pernah bertanggung jawab sebagai Head of Landscape Conservation APP Sinar Mas, bagaimana kisah awal Anda tertarik mendalami bidang konservasi?
A: Sejak masih SMA saya memang suka pelajaran biologi dibandingkan yang lainnya. Lalu, saya masuk di Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta dan kegemaran saya saat kuliah pun lebih kepada aktivitas outdoor seperti berpetualang, camping, dan naik gunung. Saya juga masuk komunitas Biological Science Club yang sering mengadakan survei dan penelitian tentang flora dan fauna di banyak hutan sekitar pulau Jawa dan pulau-pulau sekitarnya. Dari berbagai kegiatan itu, saya kenal banyak orang dan mendengar kisah para senior tentang penelitian dan pengalamannya ikut proyek konservasi internasional. Cerita-cerita itu mendorong saya untuk melakukan hal yang sama.
Q: Apakah saat itu bergelut di bidang konservasi sudah umum? Atau adakah tantangan tertentu yang dialami?
A: Tawaran pertama kali, sekaligus pengalaman saya mendapatkan exposure langsung ke lapangan adalah tahun 1989, dimana saya berangkat ke Kalimantan selama enam bulan untuk mengamati perilaku orang utan liar. Mulai saat itu, saya jadi sering ikut membantu para peneliti dari proyek-proyek konservasi asing. Dan kemudian, saya mengawali karir sebagai peneliti di Ecological Project di Wildlife Conservation Society. Di dalam negeri, belum banyak orang yang minat berkarir di bidang konservasi alam. Sejauh yang saya tahu saat itu, profesi umumnya biasanya menjadi konsultan lingkungan, bekerja di organisasi nirlaba (non-governmental organization/NGO) konservasi, menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), atau berkarir sebagai guru atau dosen. Tidak banyak pilihan pada saat itu.
Q: Jika dikatakan pilihan karirnya cenderung sempit saat itu, lalu apa yang membuat Anda tetap bertahan dan mau menggeluti bidang konservasi?
A: Secara umum konservasi adalah seni bagaimana menjaga keanekaragaman hayati. Indonesia ini salah satu negara terkaya jenis flora dan faunanya karena berada di wilayah tropis. Banyak jenis flora dan fauna yang bisa hidup di Indonesia dan tidak bisa di tempat lain di dunia. Semuanya hidup dalam sebuah ekosistem, punya peran masing-masing, dan kita sebagai manusia punya tanggung jawab membuatnya tetap seimbang. Pada kondisi saat ini kita perlu memegang prinsip koeksistensi. Saya ingin berkontribusi langsung di situ, ikut menjaga, terlebih lagi dengan ilmu yang saya dapat secara akademis maupun inspirasi dan pengalaman dari banyak orang yang saya temui.
Q: Sebelum bergabung bersama keluarga besar APP Sinar Mas, Anda bekerja di organisasi nirlaba yang erat mengedepankan isu lingkungan. Menarik, karena perjalanan karir seperti Anda tidak umum bagi sebagian besar orang. Seperti apa dinamika awal saat Anda masuk ke perusahaan? Apakah tantangan dan bagaimana mengatasinya?
A: Saya bergabung ke APP Sinar Mas sejak Desember 2012 yang sekaligus menjadi tempat ketiga saya bekerja, setelah punya pengalaman sekitar 22 tahun di proyek dan NGO konservasi. Betul, bahwa tentu ada lah pandangan beragam dari teman-teman saya, tapi ternyata banyak juga yang mendukung keputusan saya memilih masuk perusahaan komersil. Saya pribadi beranggapan bahwa ada perspektif lain yang perlu dilihat, khususnya dari pengelolaan hutan, terutama di hutan produksi. Ada dimensi sosial dimana kita perlu memberi perhatian serius terutama dari segi ekonomi masyarakat sekitar hutan, dimana dapat kita bantu dan dampingi mereka untuk memahami prinsip pemanfaatan hutan yang menguntungkan dan sesuai pedoman keberlanjutan. Saya memilih terlibat langsung untuk memberikan saran dalam landasan konservasi, serta membuat program konservasi seperti apa yang cocok dimiliki perusahaan. Kenyataannya, masalah sosial dan ekonomi tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, tugas saya dan tim mencari solusi inovatif untuk bagaimana aspek produksi dapat berdampingan dengan konservasi. Sementara itu, untuk aspek sosial kami berkoordinasi erat dengan divisi-divisi lain di internal APP Sinar Mas.
Q: Tentu sebuah keputusan besar terlebih lagi dengan stigma yang ada, di mana Anda tak hanya berpindah tempat bekerja melainkan bergabung ke perusahaan yang bisa dikatakan sangat berbeda kepentingannya. Anda juga tadi bercerita banyak mengenai pentingnya menjaga keseimbangan. Apa yang membuat yakin bahwa Anda bisa membawa perubahan tersebut?
A: Mundur sedikit ke tahun 2010 ketika saya masih menjadi Country Director lembaga konservasi ZSL Indonesia, saya menghadiri diskusi seputar konservasi yang diadakan oleh satu NGO koservasi terbesar di Indonesia. Di acara tersebut, saya bertemu dan berada di satu grup diskusi dengan salah satu petinggi sustainability di APP saat itu. Saya ngobrol cukup banyak dengan beliau mengenai APP. Singkat cerita, setelah saya menyelesaikan studi S3 di Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2012, saya mengetahui bahwa APP sedang mempersiapkan peluncuran Forest Conservation Policy (FCP). Kala itu, saya menjadi tertarik untuk terlibat langsung mendukung serta bantu perusahaan yang punya niat baik terhadap lingkungan dan konservasi. Saya ingin berpartisipasi langsung untuk memberikan memberikan solusi dan sangat bersyukur diberikan kesempatan serta kepercayaan untuk mengembangkan banyak inovasi bersama tim.
*)foto diambil sebelum pandemi
Q: Berbicara mengenai peran di dalam tim, bagaimana Anda menjaga agar pekerjaan yang dilakukan tetap efektif? Mengingat upaya konservasi itu cenderung lebih banyak dilakukan di lapangan dibandingkan di kantor.
A: Memang kegiatan konservasi umumnya di lapangan, namun perencanaan program kami buat di kantor yang kemudian kita konsultasikan pada tim di lapangan. Mungkin ini juga karena pengalaman saya lama bekerja di NGO, dimana saya sudah terbiasa tidak ada jarak dan sering berdiskusi untuk memecahkan masalah apapun dalam suasana yang santai dan cair. Ketika saya gabung di APP dan diberikan kepercayaan sebagai pemimpin, saya selalu berusaha memberikan contoh yang terbaik kepada tim. Saya juga selalu meminta pandangan dari tim, apabila mereka ada ide atau inovasi baru dalam program konservasi. Mungkin kalau dilihat dari waktu dan pengalaman, saya bisa dikatakan punya lebih banyak namun belum tentu saya tahu semuanya, di mana teman-teman yang lebih tahu langsung adalah mereka yang terjun di lapangan. Saya selalu menyempatkan waktu rutin untuk disuksi dengan mereka, mendengarkan kisah mereka dari mulai yang kesulitan memasang camera trap hingga ke mitigasi penyelesaian konflik satwa dengan masyarakat. Di sisi lain, berkarya di bidang konservasi juga bicara banyak tentang bagaimana membangun kepercayaan. Karena pengalaman dan koneksi yang terjaga cukup baik, saya bersyukur bisa dimudahkan untuk menjalin kerja sama dengan beragam pemangku kepentingan.
Q: Apa pesan yang ingin Anda bagikan kepada masyarakat di luar sana mengenai konservasi? Kenapa penting untuk terlibat langsung dalam menjaga keseimbangan alam atau koeksistensi?
A: Kita layak bersyukur tinggal di Indonesia yang kondisinya strategis, banyak bisa mengalami langsung cerita-cerita unik mengenai satwa langka. Ekosistem ini diciptakan Tuhan sudah seimbang dengan peran masing-masing. Di APP, kita menjaga tiga satwa kunci yaitu Harimau Sumatra, Gajah Sumatra, dan Orang utan. Tiga satwa ini juga hidup berdampingan di sekitar area konsesi kita. Harimau sebagai top predator itu berperan sebagai pengendali populasi satwa lain, salah satunya penting untuk membantu masyarakat sekitar hutan yang umumnya petani terhindar dari serangan hama tanaman di ladangnya. Kalau Orang utan itu menjadi agen penyebaran jenis tumbuhan di hutan, di mana dia adalah si pemencar biji yang akhirnya bisa membuat flora di hutan sangat beragam dan tidak punah. Sedangkan Gajah karena memiliki postur yang besar, bisa membuka ruang di hutan sehingga biji-bijian tadi bisa berkecambah dan tumbuh menjadi pohon.
Banyak hasil hutan yang bisa kita nikmati baik yang langsung bisa kita konsumsi maupun yang untuk bahan baku produksi obat-obatan misalnya. Masih banyak sekali cerita menarik yang bisa kita eksplorasi kalau berbicara soal konservasi sebagai upaya terwujudnya koeksistensi. Intinya, bekerja di konservasi memungkinkan kita punya ruang berekspresi dan berinovasi. Dengan disertai jujur, konsisten, dan bekerja keras, pekerjaan kita itu bukan sekedar tertuju pada profit saja, tapi sekaligus menjaga dan melestarikan lingkungan.